TDA di CEO to Talk Lalu bersama Sandiaga S. Uno

20.00 Unknown 0 Comments

Hari Jumat, 13 Maret lalu saya bersama beberapa pengurus dan member TDA, diundang atas undangan dari Pak David Zhou ke acara CEO to Talk di Mario Place. Sebagai nara sumber adalah CEO Garuda Indonesia, Pak Emirsyah Satar dan dimoderatori oleh Sandiaga S. Uno, pengusaha, dan disiarkan langsung oleh stasiun TV dari MNC group dan Radio Trijaya FM.
Acara ini adalah acara talkshow yang mengulas sharing kisah sukses para CEO. Pak Emirsyah sharing tentang karir profesional sehingga ia dapat menduduki orang nomor satu di Garuda. Sharing mulai dari perjalanan dunia kerjanya di perusahaan besar seperti : BPPN, Bank Niaga, Citibank hingga Garuda. Juga beliau sharing tentang gaya leadershipnya selama ini.
Namun yang menarik saya adalah justru saat, Pak Emirsyah Satar bercerita tentang sebuah komunitas yang ia dirikan bersama Dino Patti Djalal dan Dr. M. Chatib Basri. Komunitas ini bernama Modernisator. Modernisator adalah gerakan generasi muda Indonesia abad ke-21 yang nasionalis, internasionalis, idealis, modern, inovatif, dan berprestasi dan bersifat independen, non-politis dan nir-laba dan organisasi ini terbuka bagi semua orang Indonesia yang berwawasan sama dengan Modernisator.
Kemudian saat beliau membacakan manifesto organisasi tersebut yang salah satunya adalah  “Dalam satu generasi, kami ingin Indonesia mempunyai empat juta pengusaha,menjadi salah satu ekonomi unggul yang paling kompetitif di Asia, handal beradaptasidan memerah keuntungan dari arus globalisasi, dan melesat jauh melampaui target internasional Millenium Development Goals dengan kemakmuran yang relatif merata dari Sabang sampai Merauke.”
Membuat saya lebih tertarik, bahwa benar dengan 4 juta dalam generasi abad 21 ini adalah sesuai dengan kebutuhan bangsa kita. Menurut Ciputra, “Kita butuh 2 persen saja dari jumlah penduduk ini yang menjadi pengusaha. Kita tahu, jika kita kini hanya memiliki 0,18 persen, sedangkan amerika sudah 11,5 persen dan singapura 7,2 persen.”
Sehingga idealnya kita punya pengusaha sejumlah 2 persen dari jumlah penduduk yang mencapai 200 juta, berarti sebanyak 4 juta sesuai manifesto tersebut. Jika jumlah tersebut tercapai maka jumlah kemiskinan berkurang dan lapangan kerja pun meningkat. Indonesia menjadi jaya!
Ini pula sesuai dengan visi dan misi TDA,  maka pada acara tersebut kontan saja saya mengajukan pertanyaan dan tanggapannya. Pada saat saya memperkenalkan diri dari Komunitas TDA, saya dikagetkan dengan instrupsi dari sang moderator, Pak Sandiago S. Uno yang mantan ketua HIPMI ini, langsung memotong dengan mengatakan secara lantang, “TDA: Tangan Di Atas, saya setiap ke daerah pasti ada anggota TDA”. Lalu ia malah bercerita tentang TDA yang ia ketahui dan mengucapkan selamat kepada saya sebagai presidennya. Kemudian saya lanjuti perkenalan saya tersebut dengan menjelaskan tentang TDA, visi, misi dan kegiatan-kegiatannya untuk para membernya. Dan menawarkan kerjasama yang bisa di jalin untuk kita dapat mewujudkan cita-cita itu bersama.
Dan Pak Sandiaga berjanji untuk ketemu dalam satu forum dengan TDA, karena beliau kebetulan adalah Vice President di KADIN yang membawahi bidang UKM. Kami pengurus sedang mengatur waktu yang cocok dengan beliau untuk bisa berbagi bersama member TDA.
Juga dengan Pak Emirsyah Satar, beliau sangat merespon tentang TDA dengan mengundang TDA untuk hadir di acara yang diselenggarakan oleh Modernisator pada Event Innovative Leaders Forum yang bertajuk: Creative Entrepreneurship di Tengah Badai yang menampilkan Emirsyah Satar dan Peter Gontha pada hari Selasa, 24 Maret 2009, 17.00-18.30 di Le Meridien Hotel, Jakarta.
Mudah-mudahan kita dapat saling bersinergi untuk memberikan yang terbaik untuk bangsa ini. Dan member TDA akan lebih banyak lagi yang berhasil menjadi pengusaha sehingga dapat memberikan lapangan pekerjaan yang luas dan membantu mengentaskan kemiskinan..amien…
http://www.iimrusyamsi.com/2009/03/17/tda-di-ceo-to-talk-lalu-bersama-sandiaga-s-uno-dan-emirsyah-satar/
http://sandiagasalahuddinuno.com/

0 komentar:

Sandiaga Uno Ajak Anak Muda Kampanyekan Hemat Energi

19.56 Unknown 0 Comments

Jakarta - Pelican Communications, anak usaha Idea Group, menggandeng pengusaha nasional Sandiaga Uno, para profesional, dan kalangan anak muda untuk mengampanyekan hemat energi.
Upaya yang menjadi bagian dari Gerakan Hemat Energi ini berangkat dari fakta bahwa pemborosan energi di Indonesia berada pada tingkat yang makin mengkhawatirkan.
Indikator sederhana, bisa dilihat dari pagu anggaran subsidi energi di APBN-P 2014 yang membengkak dari hanya Rp 361,6 triliun, menjadi Rp 453,3 triliun, terbagi untuk subsidi BBM Rp 350,3 triliun dan listrik Rp 103 triliun.
Di antara negara lain di Asia, Indonesia termasuk paling boros mengalokasikan dana subsidi energi. Anggaran subsidi energi Indonesia 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Indonesia berada di urutan setelah Pakistan dan Bangladesh.
Menurut Data ASEAN Centre for Energy (ACE) tahun 2013, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat pemborosan energi listrik paling tinggi saat ini. Padahal pasokan listrik di Indonesia masih perlu ditingkatkan.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menunjukkan, intensitas pemborosan penggunaan energi di Indonesia empat kali lebih besar dibanding Jepang.
Sebagai salah satu cara mengampanyekan hemat energi sebagaimana digalakkan pemerintah, Pelican menggelar forum diskusi “Lebih Kreatif Anak Negeri, Hemat Energi” di The Only One Club & Lounge, Jakarta. Hadir sebagai pembicara utama pengusaha nasional Sandiaga Uno dan beberapa profesional muda yang peduli terhadap energi. Diskusi dan lomba ini masih dalam rangkaian Hari Listrik Nasional (HLN) ke-69 dengan Tema #GueHematEnergi.
“Melalui forum ini, kami mengajak masyarakat untuk bijak mengonsumsi energi, menggunakan seefektif dan seefisien mungkin. Menghemat energi bisa mulai dari hal kecil, contohnya mematikan lampu bila tidak diperlukan, memasang timer TV dan AC mematikan kendaraan ketika menunggu seperti mengisi bensin, dan lain-lain,” tutur Managing Director Pelican Communications Kiki Anjani Prasetya seperti rilis yang diterima redaksi, Sabtu (29/11).
Dalam forum diskusi tersebut, Sandiaga Uno pun mengajak masyarakat, khususnya kalangan anak muda yang hendak terjun berbisnis untuk menyadari pentingnya hemat energi.
Sandiaga mengingatkan pentingnya anak muda untuk mulai mempertimbangkan rencana usaha yang menggunakan energi sehemat mungkin, sebagai salah satu rencana bisnis. Hal ini perlu dilakukan untuk menekan tingkat pemborosan yang semakin lama semakin tinggi.
“Kesadaran dini sangat diperlukan bagi anak muda untuk memasukkan hemat energi dalam ini rencana bisnis mereka, di bidang apapun. Dan tentunya hal itu berpengaruh dalam biaya operasional mereka,” kata Sandiaga.
Selain Sandiaga, mewakili kalangan anak muda, hadir Andira Pramanata sebagai salah satu pembicara. Salah satu penyiar radio ini juga senada dengan Sandiaga Uno soal hemat energi.
Menurutnya, anak muda memang perlu terus diingatkan tentang pentingnya hemat energi. Sebagai bagian dari kesadaran pribadi, Andira mengaku telah menerapkan pola hemat energi kehidupannya. Misalnya, ia telah memasang panel surya untuk kebutuhan listrik di rumahnya.
“Kita bisa melakukan hal-hal kecil untuk hemat energi. Misalnya, mematikan listrik jika tidak dibutuhkan. Minimal dari hal terkecil saja dulu,” kata Andira.
Sebagai rangkaian dari kampanye hemat energi memeringati Hari Listrik Nasional ke-69, Pelican menggelar serangkaian acara dan lomba. Dalam sebulan terakhir, Pelican menyeleksi video kampanye kreatif hemat energi. Kegiatan ini mendapat sambutan positif dari para kelompok anak muda yang akrab dengan dunia maya & digital.
Animo ini terlihat dari jumlah partisipan yang mengunjungi website guehematenergi.com. Jumlah video yang masuk mencapai 175 video dan dihasilkan delapan finalis dan satu pemenang utama.
Pemenang lomba video kreatif kampanye hemat energi diumumkan sekaligus bersamaan dengan forum diskusi tersebut. Untuk bisa berpartisipasi, masyarakat bisa mengakses website www.guehematenergi.com.
Firman Qusnulyakin/FQ
http://www.beritasatu.com/ekonomi/229090-sandiaga-uno-ajak-anak-muda-kampanyekan-hemat-energi.html

0 komentar:

Manis Pahit Kisah Sandiaga Uno

19.54 Unknown 1 Comments

MANIS-pahit dunia kerja dikecap Sandiaga Uno pada usia muda. Mengawali karier sebagai karyawan, meraih puncak karier dalam waktu singkat, hingga diberhentikan dari pekerjaan nan mapan, mencipta arus balik hidup Sandiaga untuk menjadi pengusaha. Tahun 2008 ia dinobatkan menjadi ”Entrepreneur of The Year” dari Enterprise Asia untuk predikat pengusaha terbaik. Pencapaian itu adalah buah dari pergulatan panjang. Namun, pria yang akrab disapa Sandi itu menyebut dirinya sebagai ”pengusaha kecelakaan”. Itu karena kiprahnya di dunia usaha dimulai tatkala kondisi karier dan keuangannya sedang terpuruk pada 1998.
Pria lulusan Wichita State University, Amerika Serikat, dengan predikat summa cumlaude itu mengawali karier sebagai karyawan Bank Summa pada 1990. Tahun 1991 ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di George Washington University, Amerika Serikat. Ia lulus dengan indeks prestasi kumulatif 4,00. Kariernya terus melesat. Pada tahun 1994 ia bergabung dengan MP Holding Limited Group sebagai investment manager. Pada 1995 ia hijrah ke NTI Resources Ltd di Kanada dan menjabat Executive Vice President NTI Resources Ltd dengan penghasilan 8.000 dollar AS per bulan. Namun, kariernya itu tak berlangsung lama. Krisis moneter sejak akhir 1997 menyebabkan perusahaan tempatnya bekerja bangkrut. Semua tabungan hasil jerih payahnya yang diinvestasikan ke pasar modal juga turut kandas akibat ambruknya bursa saham global.
Kembali ke Indonesia
Sandi kembali ke Indonesia dan menumpang di rumah orangtuanya, Henk Uno dan Mien R Uno, karena tidak mampu membayar sewa rumah. Situasi sulit ini sempat membuat ayah dua anak itu hampir putus asa. Pergulatan batin dalam keterpurukan membuat Sandi berkeyakinan, menjadi karyawan membuat ia sulit memiliki kemandirian secara finansial. Pemikiran itu melandasi langkahnya untuk ”banting setir” dan menapaki dunia bisnis. ”Sebagai karyawan perusahaan, banyak hal dapat terjadi di luar kontrol kita. Apabila keadaan ekonomi memburuk, ada kemungkinan kita di-PHK (pemutusan hubungan kerja) meskipun kita memiliki prestasi di perusahaan itu,” tutur bungsu dari dua bersaudara itu. Pada tahun 1997 ia mendirikan perusahaan penasihat keuangan, PT Recapital Advisors bersama teman SMA-nya, Rosan Perkasa Roeslani. Ia mempelajari seluk-beluk bisnis, antara lain dari William Soeryadjaya. Pada 1998 Sandi dan Edwin Soeryadjaya, putra William, mendirikan perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya. Bidang usaha yang digarap meliputi pertambangan, telekomunikasi, dan produk kehutanan. Berbekal jejaring relasi dengan perusahaan serta lembaga keuangan dalam dan luar negeri, Sandi menjalankan bisnis itu. Usahanya menghimpun modal investor untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Kinerja perusahaan yang krisis itu lantas dibenahi dan dikembangkan. Setelah pulih, aset perusahaan dijual dengan nilai tinggi. Ada 12 perusahaan yang sudah diambil alih. Beberapa perusahaan telah dijual, antara lain PT Dipasena Citra Darmaja, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), dan PT Astra Microtronics. Pada tahun 2007 Sandi dinobatkan menjadi 122 orang terkaya di Indonesia versi majalah Asia Globe dengan total aset perusahaan mencapai 80 juta dollar AS. Pada 2008 ia dinobatkan menjadi orang terkaya ke-63 di Indonesia dengan total aset 245 juta dollar AS. Sandi mengibaratkan dunia usaha seperti naik sepeda, yakni kerap jatuh-bangun. Hanya keberanian, optimisme dalam memandang masa depan yang membuka jalan untuk mendulang kesuksesan. Baginya, jejaring relasi hanya menyumbang 30 persen dari kesuksesan. Unsur kesuksesan selebihnya bersumber dari kerja keras dan menjaga kepercayaan. Dengan semangat itu, usaha yang digelutinya kini memiliki total karyawan 10.000 orang. ”Hidup harus punya target. Tanpa target, pencapaian akan sulit,” tutur pria yang menjabat Ketua Dewan Pembina Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu.
Dorong UMKM
Di bidang keorganisasian, pria penggemar olahraga basket ini pernah menjabat Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) periode 2005-2008. Selama masa kepemimpinannya, jumlah pengusaha yang tergabung di Hipmi meningkat dari 25.000 orang menjadi 35.000 orang. Di mata koleganya, Sandi merupakan sosok inspirator bagi pengusaha muda yang minim pengalaman. Ketua Umum BPP Hipmi 2008-2011 Erwin Aksa menuturkan, Sandi gigih menanamkan prinsip bahwa pengusaha harus punya mimpi dan bekerja sepenuh hati. Sandi juga sibuk sebagai Ketua Komite Tetap Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Ia mempunyai obsesi meningkatkan jumlah pengusaha Indonesia dari 0,18 persen menjadi 5 persen dari total penduduk pada 2025. Menurut ia, ada tiga masalah besar yang dihadapi pelaku UMKM saat ini, yaitu kualitas sumber daya manusia (SDM), akses pasar, dan pendanaan. Keprihatinan terbesarnya adalah nasib pengusaha kaki lima yang sering mengalami penggusuran hingga sulit meningkatkan kualitas SDM. UMKM selama ini dibiarkan tumbuh sendiri oleh pemerintah tanpa kebijakan yang berpihak. Namun, sektor itu mampu bertahan pada saat krisis dan menopang perekonomian negara selama sekitar 10 tahun. Belakangan, sektor UMKM menjadi pilar penciptaan lapangan kerja dengan kemampuan menyerap karyawan rata-rata 5-10 orang per unit usaha. ”Kebijakan yang diperlukan adalah memberi ruang bagi UMKM. Upaya menolong mereka bukan dengan menggusur, melainkan membuat pasar baru untuk berusaha dan membuka akses pasar,” kata Sandi. Meski senang berkecimpung dalam organisasi, ia mengaku belum tertarik untuk menduduki jabatan politik. Sandi menolak anggapan bahwa kesuksesannya saat ini merupakan jalan meretas karier politik. ”Yang diperlukan bangsa saat ini adalah pengusaha,” katanya.

1 komentar:

Inilah Biografi Sandiaga Salahuddin Uno

19.44 Unknown 0 Comments

Sandiaga Salahudin Uno atau sering dipanggil Sandiaga Uno atau Sandi Uno adalahpengusaha muda dan ternama asal Indonesia. Sering hadir di acara seminar-seminar, Sandi Uno memberikan pembekalan tentang jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), utamanya pada pemuda. Sandi lahir di Rumbai, Pekanbaru, 28 Juni 1969.

Sandi Uno memulai usahanya setelah sempat menjadi seorang pengangguran ketika perusahaan yang mempekerjakannya bangkrut. Bersama rekannya, Sandi Uno mendirikan sebuah perusahaan di bidang keuangan, PT Saratoga Advisor. Usaha tersebut terbukti sukses dan telah mengambil alih beberapa perusahaan lain. Pada tahun 2009, Sandi Uno tercatat sebagai orang terkaya urutan ke-29 di Indonesia menurut majalah Forbes.
Di Indonesia, relatif amat susah mencari orang sukses dalam usia yang relatif muda, setidaknya dalam usia di bawah 40 tahun. Namun demikian, diantara susahnya menemukanorang sukses tersebut, muncul milyarder muda, Sandiaga Salahuddin Uno.
Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia)pasti kenal dengan sosok Sandiaga S. Uno. Dia telah lengser dari jabatan ketua umum pusat organisasi yang beranggota lebih dari 30 ribu pengusaha itu.
Sandi -demikian penyandang gelar MBA dari The George Washington University itu biasa disapa- tercatat sebagai orang terkaya ke-63 di Indonesia versi Globe Asia. Kekayaannya USD 245 juta.
Sandi menyatakan tak disiapkan untuk menjadi pebisnis oleh orang tuanya. ”Orang tua lebih suka saya bekerja di perusahaan, tidak terjun langsung menjadi wirausaha,” ujar pria penggemar basket itu.
”Menjadi pengusaha itu pilihan terakhir,” akunya. Karena itulah, dia tak berpikir menjadi pengusaha seperti yang telah dilakoni selama satu dekade ini. ”Saya ini pengusaha kecelakaan,” katanya, lantas tertawa.
Kiprah bisnis Sandi kini dibentangkan lewat Grup Saratoga dan Recapital. Bisnisnya menggurita, mulai pertambangan, infrastruktur, perkebunan, hingga asuransi. Namun, dia masih punya cita-cita soal pengembangan bisnisnya. “Saya ingin masuk ke sektor consumer goods. Dalam 5-10 tahun mendatang, bisnis di sektor tersebut sangat prospektif,” katanya,optimistis.
Seorang pebisnis, kata dia, memang harus selalu berpikir jangka panjang. Bahkan, berpikir di luar koridor, berpikir apa yang tidak pernah terlintas di benak orang. “Mikir-nya memang harus jangka panjang.”
Dia mencontohkan, dirinya masuk ke sektor pertambangan awal 2000. Saat itu, sektor tersebut belum se-booming sekarang. ”Jadi, ketika sektor itu sekarang naik, kami sudah punya duluan,” ujarnya.
Sandi semula adalah pekerja kantoran. Pascalulus kuliah di The Wichita State University, Kansas, Amerika Serikat, pada 1990, Sandi mendapat kepercayaan dari perintis Grup Astra William Soeryadjaja untuk bergabung ke Bank Summa. Itulah awal Sandi terus bekerja sama dengan keluarga taipan tersebut. ”Guru saya adalah Om William (William Soeryadjaja, Red),”tutur pria kelahiran 28 Juni 1969 itu.
Bapak dua anak itu kemudian sedikit terdiam. Pandangannya dilayangkan ke luar ruang, memandangi gedung-gedung menjulang di kawasan Mega Kuningan. ”Saya masih ingat, sering didudukkan sama beliau (William Soeryadjaja, Red). Kami berdiskusi lama, bisa berjam-jam. Jiwa wirausahanya sangat tangguh,” kenangnya. William tanpa pelit membagikan ilmu bisnisnya kepada Sandi. Dia benar-benar mengingatnya karena itulah titik awal dia mengetahui kerasnya dunia bisnis.
Di tanah air, Sandi hanya bertahan satu setengah warsa. Dia harus kembali ke AS karena mendapat beasiswa dari bank tempatnya bekerja. Dia pun kembali duduk di bangku kuliah The George Washington University, Washington. Saat itulah, fase-fase sulit harus dia hadapi. Bank Summa ditutup. Sandi yang merasa berutang budi ikut membantu penyelesaian masalah di Bank Summa.
Sandi kemudian sempat bekerja di sebuah perusahaan migas di Kanada. Dia juga bekerja di perusahaan investasi di Singapura. ”Saya memang ingin fokus di bidang yang saya tekuni semasa kuliah, yaitu pengelolaan investasi,” tutur ayah dari Anneesha Atheera dan Amyra Atheefa itu.
Mapan sejenak, Sandi kembali terempas. Perusahaan tempat dia bekerja tutup. Mau tidak mau, dia kembali ke tanah air. ”Saya berangkat dari nol. Bahkan, kembali dari luar negeri, saya masih numpang orang tua,” katanya.
Sandi mengakui, dirinya semula kaget dengan perubahan kehidupannya. ”Biasanya saya dapat gaji setiap bulan, tapi sekarang berpikir bagaimana bisa survive,” tutur pria kelahiran Rumbai itu. Apalagi, ketika itu krisis.
Dia kemudian menggandeng rekan sekolah semasa SMA, Rosan Roeslani, mendirikan PT Recapital Advisors. Pertautan akrabnya dengan keluarga Soeryadjaja membawa Sandi mendirikan perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya bersama anak William, Edwin Soeryadjaja. Saratoga punya saham besar di PT Adaro Energy Tbk, perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia yang punya cadangan 928 juta ton batu bara.
Bisa dibilang, krisis membawa berkah bagi Sandi. ”Saya selalu yakin, setiap masalah pasti ada solusinya,” katanya. Sandi mampu ”memanfaatkan” momentum krisis untuk mengepakkan sayap bisnis. Saat itu banyak perusahaan papan atas yang tersuruk tak berdaya. Nilai aset-aset mereka pun runtuh. Perusahaan investasi yang didirikan Sandi dan kolega-koleganya segera menyusun rencana. Mereka meyakinkan investor-investor mancanegara agar mau menyuntikkan dana ke tanah air. ”Itu yang paling sulit, bagaimana meyakinkan bahwa Indonesia masih punya prospek.”
Mereka membeli perusahaan-perusahaan yang sudah di ujung tanduk itu dan berada dalam perawatan BPPN -lantas berganti PPA-. Kemudian, mereka menjual perusahaan itu kembali ketika sudah stabil dan menghasilkan keuntungan. Dari bisnis itulah, nama Sandi mencuat dan pundi-pundi rupiah dikantonginya.
Sandi terlibat dalam banyak pembelian maupun refinancing perusahaan-perusahaan. Misalnya, mengakuisisi Adaro, BTPN, hingga Hotel Grand Kemang. Dari situlah, kepakan sayap bisnis Sandi melebar hingga kini.

Terpaksa ke Mal demi Anak

Sandiaga S. Uno adalah citra kesuksesan. Semua orang tahu hal itu. Namun, di balik aktivitasnya yang padat, dia merasa berdosa kepada keluarga. Sebab, waktunya hampir habis tersita untuk aktivitas bisnis dan organisasi. “Saya merasa nggak adil sama keluarga. Saya kerja begini untuk siapa? Rasanya ada yang hilang,” tutur Sandi.
Sandi mengaku, biasanya menjadikan Sabtu-Minggu sebagai hari untuk keluarga. Itu pun sangat terbatas. “Saya paling suka ke Senayan. Pasti Sabtu olahraga bareng keluarga di sana. Pagi lari, agak siang sedikit pukul-pukul bola, golf,” ceritanya.
Kemudian, biasanya mereka sekeluarga jalan-jalan ke mal. “Sebenarnya, saya paling nggak suka ke mal. Tapi, ya sedikit menyenangkan anaklah,” kata Sandi yang mengaku tak tertarik terjun ke dunia politik.
Sandi lantas tertawa mengingat polah lucu sang anak itu. “Jujur, saya selalu ingin ada di samping mereka. Saya ingin memberikan yang terbaik,” tambahnya dengan mimik serius.
Karena itu, Sandi kerap berangan-angan bahwa sehari itu bukan 24 jam. “Seandainya sehari itu ditambah empat jam saja, tambahan empat jam tersebut akan saya habiskan bersama keluarga,” tegasnya.

Biodata Sang Miliarder

Nama Lengkap : Sandiaga Salahuddin Uno
Tempat/tanggal lahir : Rumbai, 28 Juni 1969
Pendidikan Formal :
  • Bachelor of Business Administration, The Wichita State University, Kansas, AS, lulus 1990
  • Master of Business Administration, The George Washington Univ., Washington, AS, lulus 92
Pengalaman Kerja
  • Summa Group, Jakarta (Mei 1990-Juni 1993)
  • Seapower Asia Investment Limited, Singapura (Juli 1993-April 1994)
  • MP Holding Limited Group, Singapura (Mei 1994-Agustus 1995)
  • NTI Resources Limited, Calgary, Canada (September 1995-April 1998)
  • PT Saratoga Investama Sedaya (April 1998) 
http://bio.or.id/biografi-sandiaga-uno/


0 komentar:

YANG MUDA YANG LAGI BERNAS

19.33 Unknown 0 Comments

SBY bersama Sandiaga Salahuddin Uno
SANDIAGA Salahudin Uno harus datang ke Kota Palembang. Hanya masalahnya, siapa sanggup menahan orang super sibuk untuk meninggalkan kesibukan bisnisnya lalu mendatangi kegiatan bukan bisnis? Bukankah Silakwil II ICMI Orwil Sumsel bukan kegiatan bisnis yang bisa menghasilkan tambahan uang bagi Sandiaga S Uno?
Sekretaris Silakwil, Fauzi Umroh yakin. Dia bisa mendatangkannya. Sebab Sandiaga S Uno adalah juga bendahara ICMI Pusat. Begitu ucapan Fauzi dalam rapat-rapat persiapan Silakwil.
Entah bagaimana caranya dan kiatnya, apa yang dikatakannya itu dalam kenyataan benar-benar terjadi. Tampaknya ada sedikit tipuan dan tipuan yang tepat sasaran sehingga peringkat ke-37 orang terkaya di Indonesia menurut majalah Forbes itu mau tidak mau datang juga menghadiri Silakwil.
Sandiaga S Uno langsung memberikan pencerahan di depan peserta Silakwil. Meski tidak sampai habis namun kehadirannya telah membuat suasana Silakwil yang sudah hidup menjadi lebih hidup lagi. Muncul keinginan dari setiap peserta terutama generasi muda buat mengikuti jejaknya menjadi pengusaha dan jiwa-jiwa entrepreneurship.
SANDIAGA S Uno lahir di Rumbai, Pakanbaru, 28 Juni 1969. Lahir sebagaimana manusia biasa lainnya. Kebangkitan jiwa entrepreneurship baru muncul setelah sempat menjadi seorang pengangguran ketika perusahaan yang mempekerjakannya bangkrut. Bersama rekannya, Sandi Uno mendirikan sebuah perusahaan di bidang keuangan, PT Saratoga Advisor. Usaha tersebut terbukti sukses dan telah mengambil alih beberapa perusahaan lain.

Pada tahun 2009, Sandi Uno tercatat sebagai orang terkaya urutan ke-29 di Indonesia menurut majalah Forbes.DiIndonesia, relatif amat susah mencari orang sukses dalam usia yang relatif muda, setidaknya dalam usia di bawah 40 tahun. Namun demikian, di antara susahnya menemukan orang sukses tersebut, muncul milyarder muda, Sandiaga Salahuddin Uno.
Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) pasti kenal dengan sosok Sandiaga S. Uno. Dia telah lengser dari jabatan ketua umum pusat organisasi yang beranggota lebih dari 30 ribu pengusaha itu.
Sandi -demikian penyandang gelar MBA dari The George Washington University itu biasa disapa- tercatat sebagai orang terkaya ke-63 di Indonesia versi Globe Asia. Kekayaannya USD 245 juta.Sandi menyatakan tak disiapkan untuk menjadi pebisnis oleh orang tuanya. ”Orang tua lebih suka saya bekerja di perusahaan, tidak terjun langsung menjadi wirausaha,” ujar pria penggemar basket itu.”Menjadi pengusaha itu pilihan terakhir,” akunya. Karena itulah, dia tak berpikir menjadi pengusaha seperti yang telah dilakoni selama satu dekade ini. ”Saya ini pengusaha kecelakaan,” katanya, lantas tertawa.Kiprah bisnis Sandi kini dibentangkan lewat Grup Saratoga dan Recapital. Bisnisnya menggurita, mulai pertambangan, infrastruktur, perkebunan, hingga asuransi. Namun, dia masih punya cita-cita soal pengembangan bisnisnya. “Saya ingin masuk ke sektor consumer goods. Dalam 5-10 tahun mendatang, bisnis di sektor tersebut sangat prospektif,” katanya, optimistis.

Seorang pebisnis, kata dia, memang harus selalu berpikir jangka panjang. Bahkan, berpikir di luar koridor, berpikir apa yang tidak pernah terlintas di benak orang. “Mikir-nya memang harus jangka panjang.”
Dia mencontohkan, dirinya masuk ke sektor pertambangan awal 2000. Saat itu, sektor tersebut belum se-booming sekarang. ”Jadi, ketika sektor itu sekarang naik, kami sudah punya duluan,” ujarnya.
Sandi semula adalah pekerja kantoran. Pascalulus kuliah di The Wichita State University, Kansas, Amerika Serikat, pada 1990, Sandi mendapat kepercayaan dari perintis Grup Astra William Soeryadjaja untuk bergabung ke Bank Summa. Itulah awal Sandi terus bekerja sama dengan keluarga taipan tersebut. ”Guru saya adalah Om William (William Soeryadjaja, Red),” tuturnya.
Bapak dua anak itu kemudian sedikit terdiam. Pandangannya dilayangkan ke luar ruang, memandangi gedung-gedung menjulang di kawasan Mega Kuningan. ”Saya masih ingat, sering didudukkan sama beliau (William Soeryadjaja, Red). Kami berdiskusi lama, bisa berjam-jam. Jiwa wirausahanya sangat tangguh,” kenangnya. William tanpa pelit membagikan ilmu bisnisnya kepada Sandi. Dia benar-benar mengingatnya karena itulah titik awal dia mengetahui kerasnya dunia bisnis.
Di tanah air, Sandi hanya bertahan satu setengah warsa. Dia harus kembali ke AS karena mendapat beasiswa dari bank tempatnya bekerja. Dia pun kembali duduk di bangku kuliah The George Washington University, Washington. Saat itulah, fase-fase sulit harus dia hadapi. Bank Summa ditutup. Sandi yang merasa berutang budi ikut membantu penyelesaian masalah di Bank Summa.
Sandi kemudian sempat bekerja di sebuah perusahaan migas di Kanada. Dia juga bekerja di perusahaan investasi di Singapura. ”Saya memang ingin fokus di bidang yang saya tekuni semasa kuliah, yaitu pengelolaan investasi,” tutur ayah dari Anneesha Atheera dan Amyra Atheefa itu.

Mapan sejenak, Sandi kembali terempas. Perusahaan tempat dia bekerja tutup. Mau tidak mau, dia kembali ke tanah air. ”Saya berangkat dari nol. Bahkan, kembali dari luar negeri, saya masih numpang orang tua,” katanya.
Sandi mengakui, dirinya semula kaget dengan perubahan kehidupannya. ”Biasanya saya dapat gaji setiap bulan, tapi sekarang berpikir bagaimana bisa survive,” tutur pria kelahiran Rumbai itu. Apalagi, ketika itu krisis.
Dia kemudian menggandeng rekan sekolah semasa SMA, Rosan Roeslani, mendirikan PT Recapital Advisors. Pertautan akrabnya dengan keluarga Soeryadjaja membawa Sandi mendirikan perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya bersama anak William, Edwin Soeryadjaja. Saratoga punya saham besar di PT Adaro Energy Tbk, perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia yang punya cadangan 928 juta ton batu bara.
Bisa dibilang, krisis membawa berkah bagi Sandi. ”Saya selalu yakin, setiap masalah pasti ada solusinya,” katanya. Sandi mampu ”memanfaatkan” momentum krisis untuk mengepakkan sayap bisnis. Saat itu banyak perusahaan papan atas yang tersuruk tak berdaya. Nilai aset-aset mereka pun runtuh. Perusahaan investasi yang didirikan Sandi dan kolega-koleganya segera menyusun rencana. Mereka meyakinkan investor-investor mancanegara agar mau menyuntikkan dana ke tanah air. ”Itu yang paling sulit, bagaimana meyakinkan bahwa Indonesia masih punya prospek.”
Mereka membeli perusahaan-perusahaan yang sudah di ujung tanduk itu dan berada dalam perawatan BPPN -lantas berganti PPA-. Kemudian, mereka menjual perusahaan itu kembali ketika sudah stabil dan menghasilkan keuntungan. Dari bisnis itulah, nama Sandi mencuat dan pundi-pundi rupiah dikantonginya.
Sandi terlibat dalam banyak pembelian maupun refinancing perusahaan-perusahaan. Misalnya, mengakuisisi Adaro, BTPN, hingga Hotel Grand Kemang. Dari situlah, kepakan sayap bisnis Sandi melebar hingga kini.

https://cendekiasumsel.wordpress.com/2012/12/14/yang-muda-yang-lagi-bernas/

0 komentar:

INDONESIAN MILLIONAIRE AND PHILANTHROPIST SANDIAGA UNO SPEAKS TO CNN

19.19 Unknown 0 Comments

CNN's Anna Coren interviewed one of Indonesia's richest men Sandiaga Uno, on his investment strategy in Indonesia, and his views on the country's economic development.
Please find below the interview transcript and pictures for your use. 
** Mandatory credit for use of material to CNN International.

ANNA COREN, CNN ANCHOR AND CORRESPONDENT:
  There is probably one man who epitomizes the Indonesia success story.  His name is Sandiaga Uno.  He is one of Indonesia's richest men.  He is 41 years old.  His estimated personal wealth stands at some $400 million.  He runs one of the largest investment firms in the country.  And, get this, he is also a philanthropist. 

Well, I had the opportunity to sit down and speak with him.  Let's have a listen.

COREN:  You set up your company, Saratoga Capital, during the Asian financial crisis.  What made you think that your company could succeed when so many others in the region were failing?

SANDIAGA UNO, MANAGING DIRECTOR, SARATOGA CAPITAL:  I think at that time was the survival mode.  Number two, the view that coming out of the crisis, Indonesia will not be like this forever, like when we were in '97-'98.  Five to ten years, when Asia will come out from the crisis, energy will be on high demand. 
So that was the first call that we made on investments.  So now that Indonesia is back on top of investment destinations, and it will be investment grade hopefully next year.  It's a product of a commitment of, I think, a lot of hard work. 

COREN:  What drives you?

UNO:  I see all of these pretty much paradoxical situations.  Number 18 in the size of the economy, number 122 in the ease of doing business.  It doesn't gel.  It really ticks me.  We should do better.  And we see that we're so rich in natural resources, but we can't even produce -- I mean, we produce cocoa, but we don't have a chocolate factory here. 
We produce crude palm oil, but we don't have the perfume industries or the soap industries to support that.  So we are just exporting our raw materials without being able to process it. 
Now that ticks me.  And I think going, I know, three or five years ahead, Indonesia must be able to generate that expertise.

COREN:  Corruption is still a major problem here in Indonesia.  Do you think enough is being done to stamp it out?

UNO:  I think the government is really on the right track now, moving on the right path -- in the right directions.  But the speed or the pace, people wanted to see more.  I'm from the business community, and I can tell you that there is some change.  There is a lot of awareness of this. 
But there are still cases, and how you differentiate cases from systemic issues, you fix the systems, cases will always be there.  But the system, you've got to fix it.

COREN:  Some would say that only a select few were actually benefiting from the resources boom.  That the profits are not being distributed fairly considering the tens of millions of Indonesians still living below the poverty line.

UNO:  Spot on.  And I think you hit the nail on its head.  Basically if we're not careful, the rich will get richer and the poor will get poorer.  And this gap will be the embryo of the next unrest. 

So as businessmen, as entrepreneurs, we need to make sure that the wealth is spread more equally, and therefore, an equitable growth strategy, an inclusive one that includes the people. 

And that's why I spend a lot of time on empowering the micro, small, and medium enterprises, the micro entrepreneurs who basically defined Indonesia's domestic demand.  Why consumer goods products sell very, very well in Indonesia?  Because we have resilient, micro, small, medium enterprises space that would able -- that has been able to pretty much absorb all of these products.

http://www.cnnasiapacific.com/press/en/content/627/

0 komentar:

Sandiaga Uno: Gudeg & RM Padang di New York, Why Not?

19.13 Unknown 0 Comments

ADALAH, bos Saratoga dan Recapital Group Sandiaga Uno yang mengatakan sektor usaha kecil dan menengah telah menyumbang pendapatan domestik bruto lebih dari 50%, serta dinilai lebih resisten terhadap krisis.
“Diharapkan berharap sektor usaha kecil dan menengah tidak hanya dapat menopang pertumbuhan perekonomian di dalam negeri tetapi juga dapat penetrasi ke pasar internasional. Saat ini 50% lebih PDB [pendapatan domestik bruto] disumbang oleh UKM, 97% tenaga kerja diserap oleh UKM, bukan oleh korporasi besar. Indonesia sebenarnya punya potensi yang besar di sini," ujarnya.
Sayangnya, lanjut Sandiaga seperti yang dikutip dari bisnis.com, masih ada kesenjangan pendanaan antara dana yang berada di pasar modal dengan penyaluran di sektor riil. Kesenjangan yang dimaksud berupa gap antara realisasi pendanaan dengan dana yang ada.
"Namun demikian, saya tetap optimistis karena beberapa sektor masih bertumbuh dengan pesat meski tidak tersentuh pasar modal. Misalnya saja sektor industri kreatif," katanya.
Sandiaga mengungkapkan industri kreatif telah menyumbang hingga 6,28% dari PDB tanpa mendapatkan bantuan pendanaan dari pasar modal. Sebab itu dia menilai industri ini memiliki potensi untuk tumbuh kuat meski terjadi perlambatan perekonomian.
Akan tetapi, dia menyayangkan ketiadaan industri dalam negeri yang memiliki merek yang kuat di luar negeri.
"Indomie, teh botol Sosro dan Aqua saya rasa punya potensi. Tetapi yang saya harapkan seperti McDonald maupun KFC yang kuat di Indonesia, di masa yang akan datang kita dapat menemukan rumah makan Padang Sederhana ataupun gudeg Yu Djum di New York sana," katanya. 
http://www.traveltextonline.com/traveltalk/sandiaga-uno-gudeg-rm-padang-di-new-york-why-not

0 komentar:

Sandiaga Uno: Indonesia's inspirational entrepreneur

19.04 Unknown 0 Comments

Jakarta, Indonesia (CNN) -- Sandiaga Uno is without doubt one of Indonesia's richest men.
With an estimated personal wealth of $400 million dollars and assets valued in the billions, the 41-year-old's climb to the top is an inspiration to many budding entrepreneurs.
Yet this father of two, from humble beginnings is not interested in promoting his own story but rather that of his country and its enormous potential.
Dressed in a green batik shirt, a patriotic gesture to the rich cultural heritage of Indonesia, the businessman knows how lucky he is. From his high-rise office building in downtown Jakarta, Uno speaks of the sacrifices his parents made to send him to university in the United States. It was there he discovered an interest in business that led him to a job in Canada.
But his dream of working overseas came to an abrupt end when the company he was working for collapsed, putting Uno out of a job. He was forced to return home, but the timing couldn't have been worse with Asia in economic meltdown from the 1997 financial crisis.
Struggling to provide for his family, Uno decided against the odds to set up his own business and with four staff in a tiny office, Saratoga Capital was born.
Twelve years later it is one of Indonesia's largest investment firms employing more than 20,000 people.
Uno believes failure is just as important as success and while he admits there were plenty of hard knocks he was confident his gamble would pay off in the long term.
"I knew when Asia came out of the crisis energy would be in high demand. So we started getting serious looking at those opportunities," he said.
And now it is energy that is his primary focus; investing in coal, oil, gas, toll roads, plantations and shipping ports.
Indonesia is going through an enormous economic boom thanks partly to its valuable natural resources. Indonesia's stock market is outperforming its neighbors and the region. Growth is expected to reach 6 percent this year and an emerging middle class is fueling domestic demand.
Despite all this success, Uno believes the country's wealth is not being evenly distributed. Around 40 million of the country's 242 million people still live below the poverty line and Uno describes this as a recipe for disaster.
"Basically if we are not careful the rich will get richer and the poor will get poorer and the gap will be the next embryo of the next unrest. So we as businessmen need to make sure the wealth is spread more equally," he said.
Uno is extremely passionate about the future of Indonesia and while he will talk up the country as the next place to invest along side China and India, he's acutely aware and critical of its pitfalls.
He says corruption is the number one problem holding his country back, a view shared by many in the international community. He says to have sustainable growth Indonesia must be attractive to foreign investors.
"I think the government is on the right track in stamping out corruption; it's moving in the right direction. But the speed and pace is not satisfactory, I think people want to see more," he said.
Another major problem is infrastructure and for Uno this has become his "personal crusade". He says anyone who visits the nation's capital Jakarta is greeted by a dilapidated international airport followed by gridlocked roads. His companies have $20 billion to invest in infrastructure projects.
"The money is there, we just need the government to sort out the land acquisition problem among other things which will require changes in the law and then we can start building the infrastructure Indonesia so desperately needs," he said.
Earlier this year, Uno was invited by U.S. President Barak Obama to attend an Entrepreneur's Summit in Washington DC. He describes how impressed he was with the U.S. President who spoke to him in Bahasa and believes the leader of the free world knows just how important Indonesia has become.
Uno says his wealth brings power -- he regularly has the ear of his president Susilo Bambang Yudhoyono -- but insists it's not about money or the people you brush shoulders with. His motivation to succeed is much greater than that.
"I see all these paradoxical situations. Indonesia has the 18th largest economy but we're ranked 122 in the world for ease of doing business. It doesn't gel and it really ticks me off. We should do better," he said.
"We are so rich in resources but we can't even produce. For example we produce coca but don't have chocolate factories. We produce crude palm oil but we don't have perfume or soap industries. So we're just exporting our raw materials without being able to process it. I think in the next four to five years Indonesia must be able to generate that expertise."
http://edition.cnn.com/2010/BUSINESS/11/24/indonesia.uno.wealth/index.html

0 komentar:

Tak Berani Periksa Ahok, KPK Dihadiahi Replika Keranda Mayat

15.54 Unknown 0 Comments

intelijen – Sesaat setelah diruwat dan diberi jimat oleh Gerakan Dukun Penyelamat (DUPA) KPK, kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali didatangi sekelompok orang yang tergabung dalam Komunitas Tugu Proklamasi (KTP).
Dalam aksinya, KTP membawa sebuah replika keranda mayat sebagai simbol matinya nyali KPK untuk memeriksa Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) yang terbelit skandal pembelian lahan RS Sumber Waras.
Para demonstraan menggotong replika keranda mayat dengan tulisan ‘KPK MATI SURI’, dan menyerahkannya kepada salah seorang petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mereka menilai KPK dibawah kepemimpinan Ruki telah mati suri karena tak punya nyali untuk memeriksaAhok yang terindikasi kuat bersekongkol dengan pihak RS Sumber Waras.
“Kami muak dengan KPK saat ini, KPK mulai tak bertaring‎, KPK mandul. Kenapa tak kunjung berani memeriksa Ahok, apakah karena Ahok dekat dengan istana?” kata saalaah satu orator aksi dengan pengeras suara, di depan gedung KPK, Jakarta, Senin (14/9/2015).
Selain menggotong replika keranda mayat, para demonstran juga membawa foto Ahok, ketua Yayasan Kesehatan Sumber Waras Kartini Muljadi dan Abraham Tedjanegara sebagai pihak yang diyakini bersekongkol dalan merampok uang negara senilai Rp 755 miliar.(TeropongSenayan)

http://www.aktual.com/usut-tuntas-dugaan-korupsi-ahok-dalam-pembelian-lahan-rs-sumber-waras/

12 Fakta Terkait Dugaan Korupsi Pembelian Tanah Sumber Waras oleh Ahok


SatuNusaNews – Provokasi yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok melalui media terhadap para pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait hasil audit laporan keuangan Pemprov DKI 2014, terutama yang menyangkut pembelian tanah 3,64 ha milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras dikecam oleh Garuda Institute.
Menurut Koordinator Tim Peneliti Garuda Institute, Roso Daras menyatakan bahwa provokasi yang dilakukan Ahok dinilai memelintir fakta sebenarnya itu juga bertendensi politik, yaitu mendistraksi informasi dan mengaburkan pokok masalah yang lebih substansial, yakni akuntabilitas keuangan Pemprov DKI.
Garuda Institute pun merilis hasil temuannya guna menjernihkan kesimpangsiuran informasi sekaligus mendudukkan persoalan yang sebenarnya. Garuda Institute mengklaim telah melakukan kajian dan diseminasi informasi atas pembelian tanah 3,64 ha tersebut dan menemukan sedikitnya 12 fakta;
Fakta 1
Pemprov DKI membeli sebidang tanah di bagian belakang areal RS Sumber Waras-Grogol seluas 3,64 ha. Tanah ini tidak siap bangun karena di atasnya terdapat sejumlah bangunan milik RS Sumber Waras yang hingga kini masih difungsikan. Tanah sekaligus wilayah di sekitar tanah tersebut juga dikenal sebagai daerah langganan banjir.
Fakta 2
Tanah 3,64 ha itu berbatasan dengan rumah penduduk (utara), Jl. Tomang Utara IV (timur), Jl. Tomang Utara (barat), serta RS Sumber Waras (selatan). Jl. Tomang Utara adalah jalan kampung sempit yang selalu macet pada jam kerja. Saat ini, tanah tersebut tidak mempunyai akses jalan kecuali melalui tanah milik RS Sumber Waras.
Fakta 3
Pemprov DKI membeli tanah tersebut seharga Rp20,75 juta per meter atau Rp755,69 miliar cash. Harga Rp20,75 juta per meter adalah NJOP tanah bagian depan areal RS Sumber Waras yang berbatasan dengan Jl. Kyai Tapa. Sementara NJOP tanah bagian belakang areal RS yang berbatasan dengan Jl. Tomang Utara hanya Rp7,44 juta.
Fakta 4
Pemilik tanah 3,64 ha itu adalah Yayasan Kesehatan Sumber Waras yang pengurusnya dipimpin oleh Kartini Muljadi, perempuan terkaya di Indonesia. Yayasan itu didirikan oleh orang-orang Tionghoa yang bergabung dalam Perhimpunan Sosial Candra Naya yang sebelumnya bernama Perkumpulan Sin Ming Hui ().
Fakta 5
Tanah 3,64 ha yang dibeli Pemprov DKI memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 2878 per 27 Mei 1998 dengan masa berlaku 20 tahun, alias habis 27 Mei 2018. Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, tanah dengan sertifikat HGB yang habis jangka waktunya otomatis menjadi tanah milik negara.
Fakta 6
Tanah 3,64 ha yang dibeli Pemprov DKI memiliki tunggakan utang pajak bumi dan bangunan (PBB) senilai total Rp6,62 miliar. Tunggakan pajak itu tidak menjadi pengurang harga beli sebagaimana lazimnya praktik transaksi tanah. Posisi terakhir, Yayasan Kesehatan Sumber Waras baru membayar 50% dari tunggakan tersebut.
Fakta 7
Transaksi pembelian tanah antara Yayasan Kesehatan Sumber Waras dan Pemprov DKI dilakukan saat yayasan masih terikat dengan Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli (APPJB) tanah yang sama dengan PT Ciputra Karya Unggul. Yayasan, seperti diatur dalam APPJB itu, juga telah menerima uang muka Rp50 miliar dari PT Ciputra Karya Unggul.
Fakta 8
Harga tanah dalam APPJB tersebut disepakati Rp15,50 juta per meter, ditambah syarat Yayasan Kesehatan Sumber Waras mengurus perubahan peruntukan tanah tersebut dari umum menjadi komersial. Sementara itu, Pemprov DKI membeli tanah tersebut seharga Rp20,75 juta per meter, tanpa ada syarat perubahan peruntukan.
Fakta 9
Pengurus Yayasan Kesehatan Sumber Waras menawarkan tanah 3,64 ha itu kepada Pemprov DKI dengan alamat di Jl. Kyai Tapa, dengan harga NJOP pada 2014 sebesar Rp20,75 juta per meter (Rp755,69 miliar). Padahal, lokasi fisik tanahnya berada di Jl. Tomang Utara, dengan NJOP pada 2014 yang hanya Rp7,44 juta (Rp564,35 miliar).
Fakta 10
Pemprov DKI membeli 3,64 ha tanah itu Rp755,69 miliar tanpa menawar dan mengecek, sama dengan penawaran Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Penawaran disampaikan 7 Juli 2014, dan direspons langsung oleh Gubernur DKI Jakarta pada 8 Juli dengan mendisposisikannya ke Kepala Bappeda untuk dianggarkan dalam APBD-P DKI 2014.
Fakta 11
Pemprov DKI membeli tanah itu untuk dijadikan rumah sakit. Padahal, selain lokasinya tidak strategis, belum siap bangun, langganan banjir, dan tak mudah diakses karena berada pada jalan kampung, Pemprov DKI juga masih punya banyak tanah yang strategis. Apalagi, kebutuhan minimal tanah untuk rumah sakit hanya 0,25 ha (2.500 m2).
Fakta 12
Sekalipun Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama telah mengklaim akan membatalkan transaksi pembelian tanah itu, pada praktiknya pembatalan tersebut nyata bukan sepenuhnya berada dalam kekuasaan Pemprov DKI. Selama Yayasan Kesehatan Sumber Waras tidak mau membatalkannya, maka transaksi itu pun tidak bisa dibatalkan.
Demikian keduabelas fakta terkait jual-beli tanah Yayasan Kesehatan Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta yang kemudian dianggap BPK bermasalah sebagaimana dikutip dari Bisnis.com. #



0 komentar:

Krisis dan Kesendirian Kita

15.49 Unknown 0 Comments

Jakarta - Semua keluarga bahagia terlihat sama. Sementara keluarga yang tidak bahagia menghadapi kesengsaraannya dengan cara masing-masing. Demikian Leo Tolstoy membuka paragraf pertama Novel Anna Karenina. 

Saya merenungkan kata-kata itu sambil melihat kondisi perekonomian kita saat ini. Pada saat perekonomian kita tumbuh dengan baik, kita satu suara menyambutnya dengan gempita. Pemerintah bicara pertumbuhan, swasta melakukan investasi dan masyarakat menunjukkannya dengan daya beli yang tinggi. 

Lain soalnya ketika ekonomi mulai memburuk seperti yang tengah kita hadapi sekarang ini. Kita menghadapinya dengan cara masing-masing. Bahkan kita belum satu suara untuk mengatakan bahwa saat ini krisis ekonomi tengah terjadi.

Tren ekonomi global, melambatnya pertumbuhan ekonomi China, kebijakan The Fed  dan lain sebagainya selama ini dijadikan dalih oleh pemerintah dalam menjelaskan situasi ekonomi kita saat ini. Saya memandangnya sebagai itikad baik pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi (dan politik). 

Sayangnya pasar meresponnya dengan cara berbeda. Itikad baik ini lebih terlihat seperti popular policy yang ujung-ujungnya lebih dominan nuansa politiknya. Sementara dalam situasi krisis saat ini, pasar membutuhkan good policy yang pahit dan getirnya bisa jadi obat penawar. 

Dalih pemerintah di atas tentu mudah terpatahkan sebab kita bukan satu-satunya negara yang terkena dampak dari faktor-faktor global di atas. India sebagai contoh, mereka tetap mampu menjaga pertumbuhan ekonomi. Atau bahkan Filipina yang ternyata juga mampu mengantisipasi krisis dengan baik. Tentu kita perlu bertanya sekali lagi, masih pentingkah berdebat soal apakah krisis ekonomi sudah melanda kita atau belum.

Sebagai orang yang cukup lama berkecimpung di dunia usaha, saya memiliki keyakinan sendiri soal krisis ekonomi. Data-data dan indikator ekonomi lainnya mungkin bisa terbaca lewat beragam narasi. Tetapi benak para pelaku pasar akan senantiasa sama dalam merespon gejala-gejala ekonomi yang terjadi. 

Saat ini, saya yakin di benak lebih dari lima puluh persen pelaku pasar akan mengatakan kita tengah menghadapi krisis ekonomi. Vonis telah jatuh tetapi ini bukan kiamat. Dibandingkan dengan situasi pada tahun 1997, dari segi apapun baik politik, ekonomi, demokratisasi dan lain sebagainya, kita jauh lebih siap untuk menghadapi krisis saat ini. 

Sayangnya modal besar ini belum dimanfaatkan oleh pemerintah. Di mata pelaku pasar, pemerintah terlihat masih gaduh dan reaktif dengan kebijakan yang belum terasa di level implementasi.

Bad economy invites good policy. Setiap krisis harus senantiasa diikuti dengan kebijakan yang baik. Pemerintah telah menelurkan paket kebijakan ekonomi satu dan dua. Paket kebijakan ekonomi satu menurut saya masih terlalu berorientasi jangka panjang, tidak mampu menjawab persoalan-persoalan jangka pendek yang dihadapi masyarakat saat ini. 

Sementara paket kebijakan ekonomi dua menawarkan solusi jangka pendek lewat simplifikasi perizinan. Sayangnya paket itu terkait sektor-sektor ekonomi yang sedang tidak bergairah saat ini.  Seperti sudah saya singgung di atas, good policy seringkali bukan popular policy. Pemerintah butuh keberanian lebih dibandingkan sekedar retorika di media massa.

Mengingat pertumbuhan ekonomi kita sebagian besar masih digerakkan oleh sektor konsumsi. Saya memberi saran,  agar dalam jangka pendek pemerintah harus mampu menjaga daya beli masyarakat. Pada pemerintahan sebelumnya kita mengenal Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan beras untuk rakyat miskin (raskin). Walaupun terkesan sederhana, tetapi dalam jangka pendek kebijakan ini bisa membantu pemerintah dalam mengantisipasi krisis. 

Selain itu pemerintah bisa menyediakan cash for work, masyarakat diminta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang langsung dibayar oleh pemerintah. Sementara untuk mereka yang terkena PHK, pemerintah harus menyediakan pelatihan-pelatihan tanpa biaya. Diharapkan dalam situasi krisis ini mereka tetap berdaya secara ekonomi dan kalau bisa mendorong mereka untuk menciptakan lapangan kerja baru lewat wirausaha.  

Untuk jangka menengah, pemerintah harus segera menginventarisir proyek-proyek yang siap jalan. Bila perlu siapkan Perpu untuk mengatasi segala kendala di lapangan dan berikan kompensasi yang layak dan adil kepada masyarakat. Sementara untuk jangka panjang perlu dilakukan reformasi sektor tenaga kerja sehingga kompetitif dan berdaya saing tinggi. Industri kita harus dibangun lagi (export oriented dan import substitusion focused). Kebijakan-kebijakan itu beriringan dengan pembangunan infrastruktur berkelanjutan.

Ekonomi global adalah satu hal, kecakapan pemerintah dalam mengelola ekonomi negara adalah hal lainnya. Stabilisasi ekonomi nasional tentu tidak bisa digantungkan pada tren ekonomi global. Para pelaku pasar dan masyarakat membutuhkan peran pemerintah yang cakap bukan pemerintah yang gaduh dan grasa-grusu. Pada akhirnya Tolstoy mungkin benar bahwa kita menghadapi kesulitan dengan cara yang berbeda-beda. Tetapi paling tidak,  di atas sana ada pemerintah yang dengan segala kecakapan dan ketenangannya tidak akan membiarkan rakyat menghadapi krisis ini sendirian.


(erd/erd)
Kolom Sandiaga S. Uno
http://news.detik.com/kolom/3037958/krisis-dan-kesendirian-kita


0 komentar: